Jumat, 05 April 2013


Pembunuhan pertama d dunia
Assalaamu ‘alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh
Selamat pagi anak-anakku dan sahabat-sahabatku di jalan Allah, Alhamdulillah dan Syukur kepada Allah kita dapat melanjutkan tadarus/kajian al-Qur’an dengan metode tafsir perkata, penjelasan ayat demi ayat, bukan dengan cara acak, tetapi dimulai dari surah al-Fatihah hingga terakhir dari surah an-Naas secara keseluruhan, agar ayat-ayat al-Qur’an tidak disalah gunakan oleh kelompok atau golongan orang-orang yang memusuhi ummat Islam dengan cara mengutip ayat-ayat al-Qur’an sepotong2 sesuai dengan selera atau misi kelompok mereka untuk membuat ragu kaum Muslimin dan melemahkannya, semoga dengan cara ini kita bisa menguasai bahasa ‘Arab dimana al-Qur’an diturunkan, serta lebih memahami akan isi dari kandungan firman Allah ini secara keseluruhan sehingga al-Qur’an benar2 membumi sebagai rahmat semesta alam. Insya Allah.
Pada ayat sebelumnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berpesan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam: Bacakanlah kepada mereka dan siapa pun, berita yakni kisah yang terjadi terhadap kedua putra Adam, yaitu Habil dan Qabil dengan haq, yakni menurut yang sebenarnya, yaitu ketika keduanya mempersembahkan kurban guna mendekatkan diri kepada Allah, maka diterima oleh Allah kurban dari salah seorang dari mereka berdua, yakni dari Habil dan tidak diterima oleh Allah dari yang lain, yakni dari Qabil. Melihat kenyataan itu, Qabil iri hati dan dengki, Maka, ia berkata, “Aku pasti membunuhmu!” Ancaman ini ditanggapi oleh Habil dengan ucapan yang diharapkan dapat melunakkan hati saudaranya serta mengikis kedengkiannya. Ia menjawab, “Sesungguhnya Allah hanya menerima dengan penerimaan yang agung dan sempurna kurban dari para muttaqin, yakni orang-orang yang telah mencapai kesempurnaan dalam ketakwaan.”, Setelah sebelumnya Habil menasihati sang saudara yang mengancam membunuhnya, nasihat itu dilanjutkan dengan ucapan yang menggambarkan kasih sayangnya kepada saudaranya serta rasa takutnya kepada Allah. Dia berkata: Sungguh seandainya memang benar—namun aku ragu—engkau menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku dengan cara apa pun, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu dengan cara apa pun serta kapan pun karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan Pemelihara seru sekalian alam, termasuk yang memelihara aku dan engkau. Sesungguhnya aku ingin dengan bersikap seperti yang kukatakan itu agar engkau, bila benar-benar membunuhku, kembali dengan membawa dosa pembunuhan terhadapku bahkan dosaku yang telah aku lakukan dan yang harus engkau pikul sebagai imbalan atas kejahatanmu kepadaku dan dosamu sendiri, antara lain yang mengakibatkan kurbanmu tidak diterima Allah, Dan, jika demikian itu halnya, maka engkau akan menjadi penghuni neraka akibat dosa-dosamu dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang zhalim, yakni yang mantap lagi mendarah daging kezhalimannya. Maka ayat lanjutan ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mengisahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan kepada kaum Muslimin sebagaimana firman-Nya:

QS AL-MAA-IDAH 5: 30.

فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ

FATHOW-WA-‘AT LAHUU NAFSUHUU QOTLA AKHIIHI FAQOTALAHUU FA-ASHBA
A MINAL-KHOOSIRIINA. = Maka hawa nafsunya menjadikan ia rela membunuh saudaranya, maka dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi. “FATHOW-WA-‘AT=maka menghiasi” mendorong, “LAHUU=baginya” Qabil, “NAFSUHUU=hawa nafsunya” “QOTLA=(untuk) membunuh” “AKHIIHI=saudaranya” Habil, “FAQOTALAHUU=lalu ia membunuhnya” “FA-ASHBAA=maka jadilah” Qabil, “MINAL-KHOOSIRIIN=orang-orang yang rugi”. Disebabkan pembunuhan itu. Mulanya ia tidak tahu apa yang akan diperbuatnya terhadap mayat saudaranya itu karena ia adalah mayat yang pertama dari anak cucu Adam di muka bumi dan ia bingung terhadap mayat Habil, maka dipikulnyalah di atas punggungnya. 

Nasihat-nasihat yang disampaikan oleh Habil kepada saudaranya sama sekali tidak berbekas di hati dan pikiran Qabil. Ia telah dikuasai oleh hawa nafsu amarahnya, maka, setelah beberapa saat ia ragu dan berpikir, hawa nafsunya menjadikan ia rela sedikit demi sedikit dan mempermudah hati dan pikirannya untuk membunuh saudaranya, maka, setelah berlalu beberapa saat, dibunuhnyalah saudara kandungnya itu, maka dengan demikian menjadilah ia seorang di antara, yakni yang masuk dalam kelompok orang-orang yang benar-benar merugi dengan kerugian besar yang melekat pada dirinya dan tidak dapat dielakkannya.

Kata (
فَطَوَّعَتْ) FATHOWWA-‘AT=Menjadikan ia rela, terambil dari kata yang seakar dengan kata (طاعة) Thaa-‘ah=Taat dalam arti tunduk dalam keadaan rela. Kata ini mengandung makna lebih dalam dari kata taat. Maknanya adalah ketaatan dan kerelaan hati yang muncul sedikit demi sedikit, dan yang lahir dari upaya nafsu mempengaruhi dan meyakinkan seseorang dalam hal ini adalah Qabil. Seseorang yang menyadari bahwa pelanggaran satu larangan adalah dosa dan dapat mengakibatkan hukuman, dia tidak akan melanggarnya, walau nafsu mendorong dirinya untuk melanggar. Keberhasilannya menolak dorongan nafsu adalah kedurhakaan terhadap nafsu, bukan kepada Allaah Subhanu wa Ta’ala. Sebaliknya, jika hawa nafsunya memperindah larangan itu, menampik segala bisikan nurani, serta mendorongnya untuk melakukan apa yang dilarang, ketika itu, orang tersebut pada hakikatnya telah taat kepada nafsunya. Ketaatan kepada dorongan nafsu bisa cepat, bisa juga lambat. Ayat ini menggambarkan bahwa ketaatan si pembunuh lahir sedikit demi sedikit disebabkan ketika itu terjadi pergolakan dalam diri Qabil, antara dorongan kebaikan yang melarangnya membunuh dan dorongan nafsu sehingga pada akhirnya ia menaati nafsunya. Pergolakan jiwa yang diisyaratkan oleh kata THOWWA-‘AT ini antara lain disebabkan langkah yang dianjurkan oleh nafsunya itu merupakan pembunuhan pertama yang dilakukan oleh manusia.

Kata (
فَأَصْبَحَ) FA ASHBAA=menjadikan dia, pada mulanya berarti ia memasuki waktu pagi, lawannya adalah AMSAA yang berarti memasuki waktu petang. Atas dasar itu, sementara ulama memahami bahwa pembunuhan itu terjadi di waktu malam. Pendapat ini tidak didukung oleh banyak ulama—kendati makna asalnya demikian—karena kata tersebut tidak digunakan oleh al-Qur’an untuk makna tersebut, tetapi digunakannya untuk makna menjadi.
Firman-Nya: (فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ) FA ASHBAHAA MINAL-KHOOSIRIIN=maka menjadilah ia di antara orang-orang yang merugi, dinilai oleh pakar-pakar bahasa lebih dalam maknanya dibanding jika dikatakan menjadilah ia merugi. Sebab, jika kita berkata si A termasuk kelompok tertentu, keberadaannya dalam kelompok ini menunjukkan bahwa ia telah mencapai tingkat tertentu sehingga dimasukkan ke dalam kelompok itu. Bila belum mencapai tingkat tertentu, dia belum dapat dimasukkan ke dalam kelompok tersebut. Demikian juga halnya dengan sifat-sifat lain yang disandang seseorang, misalnya MINAL-MU’MINIIN (kelompok orang-orang Mukmin), atau MINAN-NAADIMIIN (kelompok orang-orang yang menyesal), dan lain-lain.

Dalam riwayat yang bersumberkan dari Abu Ja'far al-Jaqir alias Muhammad ibnu Ali ibnul Husain—disebutkan bahwa Qabil membunuh Habil dengan sebuah barang tajam yang digenggamnya. As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik dan dari Abu Shaleh, dari Ibnu Abbas dan dari Murrah ibnu Abdullah, juga dari sejumlah sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa setelah hawa nafsu Qabil mendorongnya untuk membunuh saudaranya, maka ia mencari-cari saudaranya untuk ia bunuh, lalu ia berangkat mencarinya di daerah puncak pegunungan. Kemudian pada suatu hari ia datang kepada saudaranya yang saat itu sedang menggembalakan ternak kambingnya. Ketika Qabil datang, Habil sedang tidur, lalu ia mengangkat sebongkah batu besar, kemudian ia pukulkan ke atas kepala Habil sehingga Habil mati seketika itu juga dan jenazahnya dibiarkan di padang (tanah lapang). Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.Diriwayatkan dari sebagian Ahli Kitab bahwa Qabil membunuh Habil dengan mencekik dan menggigitnya, sama halnya dengan hewan pemangsa yang membunuh mangsanya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa ketika Qabil hendak membunuh Habil, maka Qabil membungkukkan lehernya (dengan maksud akan menggigitnya), maka iblis mengambil seekor binatang, lalu meletakkan kepala binatang itu di atas batu, lalu iblis mengambil sebuah batu dan memukulkannya ke kepala binatang itu hingga mati, sedangkan Qabil melihatnya. Lalu ia mempraktekkan hal yang semisal terhadap saudaranya.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan bahwa Abdullah ibnu Wahb telah meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya yang telah menceritakan bahwa Qabil memegang kepala Habil dengan maksud ingin membunuhnya, lalu ia hanya menekan kepalanya tanpa mengerti bagaimana cara membunuhnya. Kemudian datanglah iblis dan bertanya kepadanya, "Apakah kamu hendak membunuhnya?" Qabil menjawab, "Ya." Iblis berkata, "Ambillah batu ini dan timpakanlah ke atas kepalanya." Maka Qabil mengambil batu itu dan menimpakannya ke kepala Habil hingga kepala Habil pecah dan meninggal dunia. Kemudian iblis segera datang menemui Hawa dan berkata, "Hai Hawa, sesungguhnya Qabil telah membunuh Habil." Maka Hawa berkata kepadanya, "Celakalah kamu, apakah yang dimaksud dengan terbunuh itu?" Iblis menjawab, "Tidak makan, tidak minum, dan tidak bergerak." Hawa menjawab, "Kalau demikian, itu artinya mati." Iblis berkata, "Memang itulah mati." Maka Hawa menjerit, hingga Adam masuk menemuinya ia masih dalam keadaan menangis menjerit. Lalu Adam mengulangi lagi pertanyaannya, dan Hawa masih tidak menjawab.

Maka Adam berkata, "Mulai sekarang kamu dan semua anak perempuanmu menjerit, dan aku serta semua anak lelakiku berlepas diri dari perbuatan itu." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. 
Firman-Nya: (
فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ) =maka menjadilah ia di antara orang-orang yang merugi, yakni merugi di dunia dan akhirat, dan memang tiada satu kerugian pun yang lebih besar daripada kerugian seperti ini.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dan Waki', keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami al-A'masy, dari Abdullah, ibnu Murrah, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang telah menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
“Tiada seorang pun yang terbunuh secara aniaya, melainkan atas anak Adam yang pertama tanggungan sebagian dari darahnya, karena dialah orang yang mula-mula mengadakan pembunuhan.” Hadits ini telah diketengahkan oleh Jamaah —selain Imam Abu Daud— melalui berbagai jalur dari al-A'masy
dengan lafaz yang sama.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Salamah, dari Ibnu lshaq, dari Hakim ibnu Hakim, bahwa ia pernah menceritakan sebuah riwayat dari Abdullah ibnu Amr yang telah berkata, "Sesungguhnya manusia yang paling celaka ialah anak Adam yang membunuh saudaranya (yakni Qabil), tiada setetes darah pun yang dialirkan di bumi ini sejak dia membunuh saudaranya sampai hari kiamat, melainkan ia kebagian dari siksaannya. Demikian itu karena dialah orang yang mula-mula melakukan pembunuhan." Sedangkan Ibrahim an-Nakha'i mengatakan bahwa tiada seorang pun yang terbunuh secara aniaya, melainkan anak Adam yang pertama dan iblis ikut bertanggung jawab terhadapnya.

Hawa nafsu rupanya telah mendorong Qabil berbuat jahat dan mempengaruhinya untuk membunuh saudaranya secara zhalim dan melampaui batas, ia pun telah menjadi orang yang dijauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, keluar dari ketaatan kepada-Nya, merugi di dunia, dan celaka di akhirat.

Semoga kita dan seluruh keluarga kita terhindar dari segala macam jenis kejahatan pembunuhan atau pun kecelakaan, dan mudah-mudahan kita selalu dalam lindungan Allah serta bimbingan-Nya di dunia dan di akhirat kelak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar